Thursday, March 19, 2009

Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif

Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif (Penelitian Naturalistik)

Berikut ini, disajikan tabel perbedaan penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif.


Tabel Perbedaan Penelitian Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif
Penelitian KualitatifPenelitian Kuantitatif
Desain tidak terinci, fleksibel, timbul "emergent" serta
berkembang sambil jalan antara lain mengenai tujuan, subjek,
sampel, dan sumber data.
Desain terinci dan mantap.
Desain sebenarnya baru diketahui dengan jelas setelah penelitian

selesai (retrospektif).
Desain direncanakan sebelumnya pada tahapan persiapan

(projektif)
Tidak mengemukakan hipotesis sebelumnya, hipotesis lahir

sewaktu penelitian dilakukan; hipotesis berupa "hunches", petunjuk

yang bersifat sementara dan dapat berubah; hipotesis berupa

pertanyaan yang mengarahkan pengumpulan data.
Mengemukakan hipotesis sebelumnya, yang akan diuji

kebenarannya.
Hasil penelitian terbuka, tidak diketahui sebelumnya karena

jumlah variabel penelitian tidak terbatas
Hipotesis menentukan hasil yang diharapkan; hasil telah

diramalkan (apriori); hasil penelitian telah terkandung di dalam

hipotesis, jumlah variabel terbatas
Desain fleksibel, langkah-langkah tidak dapat dipastikan

sebelumnya dan hasil penelitian tidak dapat diketahui atau diramalkan

sebelumnya
Dalam desain jelas langkah-langkah penelitian serta hasil yang

diharapkan
Analisis data dilakukan sejak mula penelitian dan dilakukan

bersamaan dengan pengumpulan data, walaupun analisis akan lebih

banyak pada tahap-tahap selanjutnya.
Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul pada tahap

akhir.

Aktivitas Belajar Pada Model Pembelajaran Kooperatif

Aktivitas Belajar Pada Model Pembelajaran Kooperatif

Muhammad Faiq Dzaki

Proses pembelajaran yang menempatkan guru sebagai satu satunya sumber ilmu pengetahuan masih banyak kita jumpai. Dengan cara ini seolah olah siswa sebagai botol kosong pasif yang siap diisi ilmu pengetahuan oleh sang guru apapun atau bagaimanapun kondisinya. Hasil yang dicapai melalui proses ini menjadlikan siswa kurang kreatif dan kurang bisa mengembangkan diri serta sukar untuk mengaplikasikan apa yang telah diperolehnya dalam kehidupan sehari hari. Belajar juga menjadi kurang bermakna karena jauh dari apa yang dihadapi siswa setiap hari.

Proses pembelajaran yang baik hendaknva menempatkan siswa sebagai pencari ilmu sehingga perlu dibiasakan memecahkan dan merumuskan sendiri hasilnya (Johar, 2002:2). Intervensi dari orang lain diberikan dalam rangka memotivasi mereka. Perumusan atau konseptualisasi juga dilakukan oleh siswa sendiri. Posisi guru dalam proses pembelajaran bukan sebagai informator dan penyuap akan tetapi sebagai organisator program pembelajaran, sebagai fasilitator bagi pembelajaran siswa dan sebagai evaluator keberhasilan pembelajaran mereka. Hubungan guru dengan siswa tidak lagi vertikal tetapi cenderung ke arah horizontal.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar (Muhammad Nur: 1998 hal 16). Tiap tiap kelompok terdiri dari anak yang berbeda beda kemampuan berfikirnya. Dalam kelompok mereka dapat melatih, dan mengembangkan keterampilan keterampilan yang spesifik yang diperlukan dalam pembelajaran. Ada tiga tujuan pembelajaran kooperatif yang akan dicapai yaitu : (1) hasil belajar akademik; (2) penerimaan terhadap keberagaman; dan (3) pengembangan keterampilan sosial (Muslimin Ibrahim, dkk 2001 : 7 ).

Hasil belajar akademik yang dimaksudkan dalam pembelajaran kooperatif meliputi pemahaman konsep konsep yang sulit serta peningkatan kinerja ilmiah dalam tugas tugas akademik. Heterogenitas kelas yang menyebabkan adanya kelompok atas dan kelompok bawah dimanfaatkan sehingga rnereka saling menguntungkan dalam belajar. Kerja sama dan kolaborasi ditumbuhkan sehingga dapat terhindar dari rasa permusuhan ataupun pertikaian kecil yang mengakibatkan kekerasan. Situasi belajar semacam ini memberi dampak nyata kepada siswa ketika berada dalam masyarakat.

Pemilihan Metode Mengajar dan Prestasi Belajar

Pemilihan Metode Mengajar dan Prestasi Belajar

Muhammad Faiq Dzaki

Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau struktur. Metode mengajar juga berarti strategi yang dikuasai oleh guru untuk mengajar dan menyajikan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat di tanggap dan dipahami, serta di gunakan oleh siswa dengan baik ( Roestiyah, 1989).

Dalam pemilihan metode belajar mengajar beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah: (1) Sifat dari pelajaran, alat alat yang tersedia; (2) besar kecilnya kelas atau tempat; (3) kesanggupan guru; (4) banyak sedikitnya bahan dan tujuan pelajaran.

Suatu hal yang perlu dihindari dalam proses belajar mengajar, adalah situasi yang tidak komunikatif antara guru dan siswa. Kalau siswa tidak dapat memahami apa yang disampaikan oleh guru maka besar kemungkinan siswa tidak dapat menguasai materi yang di ajarkan guru (Nasution, 1985)

Prestasi belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai dan diperoleh oleh siswa yang mengikuti program belajar-mengajar sesuai tujuan yang detetapkan ( Mujiono, 1995). Tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor intemal adalah faktor faktor yang berasal dari dalam diri anak, maupun faktor fisiologi dan psikologi. Faktor psikologi diantaranya kekuatan jasmani dan rohani. Faktor ekstemal adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor eksternal dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) Faktor keluarga, (2) sekolah dan (3) masyarakat. Faktor keluarga yang meliputi: (1) cara orang tua mendidik, (2) relasi antara anggota keluarga, (3) suasana rumah tangga dan (4) keadaan ekonomi keluarga. Faktor sekolah yang antara lain adalah metode belajar menyelesaikan tugas di rumah. Dengan adanya tugas rumah pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi, karena siswa melaksanakan latihan latihan selama melaksanakan tugas. Faktor masyarakat, keadaan lingkungan masyarakat dapat mewarnai perkembangan dan pertumbuhan anak ( Slameto, 1995)

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Muhammad Faiq Dzaki

PENDAHULUAN
Sebagai seorang guru, sangat perlu memahami perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan fisik, perkembangan sosioemosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual. Perkembangan fisik dan perkembangan sosio sosial mempunyai kontribusi yang kuat terhadap perkembangan intelektual atau perkembangan mental atau perkembangan kognitif siswa.

Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik di atas, sangat diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan. Rancangan pembelajaran yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan.

1. Perkembangan Fisik Anak/Siswa
Anak masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun di SD. Pada usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki laki dan perempuan kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki laki.

Pada akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat. Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat daripada anak laki laki. Anak laki laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun. Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 12 13 tahun. Anak laki laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13 16 tahun.

Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal (prepubertal) dan remaja pubertas akhir (postpubertal) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri ciri seks primer dan sekunder.

Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata rata anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya perbedaan perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum anak matang yang sama usianya mulai mengalami pubertas.

2. Perkembangan Sosio emosional Anak/Siswa
Menjelang masuk SD, anak telah rnengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri), dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak kanaknya.

Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka "dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap 'I can do it my self'. Mereka dimungkinkan untuk diberikan suatu tugas.

Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas tinggi SD. Mereka dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur. Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih muda menggunakan perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma norma sosial dan kesesuaian jenis jenis tingkah laku tertentu. Pada saat anak anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.

Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang serius Teman teman mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya melalui pakaian atau perilaku.

Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal awal tahun kelas tinggi SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.

Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja adalah reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri. Mereka juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa yang mereka pikirkan dan mereka rasakan serta bagaimana mereka berperilaku. Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan. Remaja mudah dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sarnpai 22 tahun, urnumnya telah rnengembangkan suatu status pencapaian identitas.

RINGKASAN
Pada anak perempuan sekitar kelas 6 SD, sudah mencapai puncak lonjakan tinggi badan pada umur (10,5 13,5) tahun dan sudah mulai menstruasi umur (10,5 15,5) tahun. Sementara itu pada anak laki laki puncak lonjakan tinggi badan tercapai (12,515,5) tahun serta mereka juga sudah dewasa pada alat reproduksinya pada umur (12 16) tahun yaitu dengan ditandainya penyemburan pertama air mani.

Perkembangan sosio emosional, pada anak permulaan masuk SD mulai mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Seiring bertambahnya kelas dan dengan berlangsungnya pendidikan dan pengajaran di sekolah, anak semakin rnengembangkan konsentrasi dalam mengerjakan sesuatu termasuk mengerjakan tugas sekolah, mengevaluasi diri sendiri dibandingkan dengan orang lain. Pada akhir SMP anak sudah mencapai perkembangan sosio emosional yang lebih stabil dan sudah mengembangkan status pencapaian identitas.

Artikel yang Mungkin Berhubungan:
Teori Vygotsky
Interaksi Sebagai Proses Belajar
PAKEM-Penerapan di Lapangan
Motivasi Belajar: Unsur-Unsur
Motivasi Belajr: Upaya Meningkatkan
Pendidikan dan Gender

Sunday, March 8, 2009

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Muhammad Faiq Dzaki

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.

Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada sa at diminta untuk bekeda dalarn situasi kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengian mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.

Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut ( Lundgren, 1994)
Keterampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i) menghormati perbedaan individu.

Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; ( b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f) menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i) mengurangi ketegangan

Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; (e) berkompromi

Tingkah Laku mengajar ( Sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembeiajaran kooperatif, pelajaran di mulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha usaha kelompok maupun individu.

Teori Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika

Teori Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika

Muhammad Faiq Dzaki

Salah satu landasan teoretik pendidikan IPA (fisika) modern termasuk pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belaJar mengajar beriangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.

Ide‑ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah menekankan pada hakikat sosial dan pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau ternan sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000). Berdasarkan teori ini dikembangkan pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep‑konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Dalam mengubah miskonsepsi siswa menuju konsepsi ilmiah dalam pembelajaran fisika, diperlukan strategi pengubahan konsep (conceptual change) yang tepat dan diberikan pada saat yang tepat pula. Pengubahan konsepsi dapat dilakukan dengan menyajikan konflik kognitif (cognitive conflict). Hal ini dilakukan secara hati‑hati jangan sampal konflik kognitif yang disampaikan justru akan memperkuat stabilitas miskonsepsi siswa.

Konflik kognitif yang disajikan dalam proses pembelajaran harus mampu menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa. Jika siswa sudah menjadi ragu terhadap kebenaran gagasannya, maka dapat diharapkan mereka akan mau merekonstruksi gagasan atau konsepsinya sehingga pada akhir proses pembelajaran di kepala siswa hanya terdapat sains guru yang berupa pengetahuan ilmiah (Sadia, 1997: 12). Implikasi penting dalam pembeiajaran fisika menurut piaget (Slavin,1994:45) adalah (a) Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. (b) Memperhatikan peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. (c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan intelektual.

Sedangkan implikasi utama dalam pembelajaran fisika berdasarkan teori Vygotsky adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas‑tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi‑strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing‑masing zone of proximal development mereka.

Tahapan‑tahapan penerapan model konstruktivis dapat mengikuti langkah‑langkah sebagai berikut:

(1) Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi siswa tentang konsep tekanan Pada tahap ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsep tekanan, guna untuk mengetahui kemungkinan‑kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes diagnostik (pra tes) dan interview klinis yang dilaksanakan sebelum pernbelajaran;

(2) Penyusunan Program Pembelaiaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi. Program pernbelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul tentang konsep‑konsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pernbelajaran dilaksanakan;

(3) Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal pembelajaran guna membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala‑gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari‑hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat rnelalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana pembeiajaran dibuat santai, agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila gagasan‑gagasannya salah;

(4) Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan‑gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesalahan untuk memudahkan merestrukturisasinya;

(5) Restrukturisasi Ide, berupa: (a) Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan‑pertanyaan tentang gejala‑gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu; (b) Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan. melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi rnelalui diskusi dengan ternan atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator; (c) Membangun Ulang Kerangka Konseptual Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep‑konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menuniukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama;

(6) Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan rnereka untuk menerapkan konsep iimiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaiaanya secara ernpiris;
(7) Review. Review dilaksanakan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah beriangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selarnanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa yang bersangkutan.

Tips Motivasi Belajar Siswa (1)

Tips Motivasi Belajar Siswa (1)



Ada beberapa hal yang diinginkan siswa ketika seorang guru akan memasuki ruang kelas dan guru diharapkan nantinya untuk dapat memenuhi hal tersebut untuk menjaga agar siswa tetap termotivasi dalam belajar Menurut Ronald. W. Luee (1990) hal yang diinginkan siswa tersebut adalah: (1) Siswa ingin kebutuhan pribadinya dalan~ belajar terpenuhi Mereka ingin bakat dan kemampuan mereka dihargai oleh guru dalam kelas; (2) Siswa menginginkan guru yang benar‑benar menghargai mereka sebagai "manusia", yang peduli mereka bukan hanya guru yang selalu ingin mengevaluasi mereka; (3) Siswa ingin ditantang dengan pelajaran bukan menjatuhkan mereka; (4) Siswa ingin guru menjaga dan selalu mendukung mereka serta mengikuti perkembangan mereka secara individu; (5) Siswa menyukai guru yang bisa menyesuaikan diri dengan usia mereka, humoris dan bisa mengerti humor mereka; (6) Siswa menyukai cara menerangkan yang jelas dan lengkap serta memberikan contoh‑contoh yang konkrit.

Lana Becker dan Kent N. Schneider (2004 : 13) menyarankan beberapa peraturan agar tetap fokus dan termotivasi dalam belajar : (1) Menjelaskan kepada siswa untuk mempelajari materi yang akan diajarkan; (2) Menyediakan media visual untuk mendukung materi pelajaran; (3) Menerangkan materi pelajaran secara logis dan dapat diterapkan; (4) Memberikan kegiatan didalam kelas segera setelah materi tersebut diajarkan; (5) Membantu siswa untuk menghubungkan pelajaran yang lalu dengan pelajaran yang sedang diajarkan; (6) menghargai siswa ketika proses belajar sedang berlangsung. Apabila siswa merasa dihargai maka mereka akan memberikan usaha terbaiknya; (7) Memberikan standar belajar yang tinggi.

Teori Pembelajaran Konstuktivis

Teori Pembelajaran Konstuktivis

Muhammad Faiq Dzaki

Teori konstrukvis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan‑aturan dan merevisinya apabila aturan‑ aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar‑benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide‑ide Teori ini berkembang dari piaget dan Vygotsky (Slavin,1994:225).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa liarus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan untuk menemukan atau menerapkan ide‑ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang mernbawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendirl yang harus memanjat anak tangga tersebut. Guru seharusnya hadir sebagai nara sumber dan seharusnya bukan menjadi penguasa kelas yang memaksakan jawaban yang benar. Siswa harus bebas membangun pemahaman increka sendiri. Solusi siswa terhadap masalah dan pertanyaan‑pertanyaan rnereka mencerminkan pandangan mereka.

Menurut piaget, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa besar anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya (Slavin, 1994:45). Sedangkan rnenurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas‑tugas yang belum dipelajari, namun tugas‑tugas itu masih berada dalam jangkuan kemampuannya atau tugas‑tugas tersebut berada dalam zone of proximal development. Zone of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Shaffer, 1996: 274‑275).

Proses pembelajaran yang terjadi menurut pandangan konstruktivisme menekankan pada kualitas dari keaktifan siswa dalam menginterpretasikan dan membangun pengetahuannya. Setiap organisme menyusun pengalamannya dengan jalan menciptakan struktur mental dan menerapkannya dalam pembelajaran. Suatu proses aktif dalam mana organisme atau individu berinteraksi dengan lingkungannya dan mentransformasinya ke dalam pikirannya dengan bantuan struktur kognitif yang telah ada dalarn pikirannya (Cobb, 1994:15).

Pembelajaran Kontekstual (Contexlual Teaching and Learning)

Pembelajaran Kontekstual (Contexlual Teaching and Learning)

Muhammad Faiq Dzaki

Menurut Rachmadiarti (2002) suatu proses kegiatan belajar mengajar dapat dikatakan berorientasi pada Contextual Teaching and Learning (CTL) apabila mempunyai tujuh pilar yaitu: (1) Inkuiri (inquiry); (2) bertanya (questioning); (3) konstruktivisme (constructivism); (4) masyarakat belajar (learning community); (5) penilaian autentik (autentic assesment); (6) refleksi (reflection); dan (7) pemodelan (modelling).

Pada pengembangan model dan strategi pembelajaran, prinsip-prinsip CTL banyak memberikan sumbangan terhadap pengembangan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning/CL) dan model pengajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instructions/PBI). Hal ini disebabkan karena prinsip-prinsip CTL ini temyata sangat terkait erat dengan teori konstruktivis. Di samping itu, salah satu pilar CTL tentang pemodelan memberikan sumbangan terhadap model pengajaran langsung (Direct Instructions/ DI). Demikian pula dengan aplikasi prinsip CTL lainnya tercermin pada strategi pembelajaran (Learning Sgrategy/LS).

Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning/CL)
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction/PBI)
Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Peranan guru dalam PBI adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta mendukung belajar siswa. PBI diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan yang bersaing. Adapun ciri-ciri utama PBI meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, suatu pemusatan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama serta menghasilkan karya atau peragaan. PBI tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak‑banyaknya kepada siswa. PBI utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berflkir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual.

Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI)
Model Pembelajaran langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenamya bersifat teacher center Dalam menerapkan model pengajaran langsung, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.
Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan pengetahuan prosedural dan deklaratif

Strategi Belajar (Learning Strategy)
Akhirnya, adalah sangat penting bagi guru untuk membantu para siswanya menguasai strategi belajar. Strategi belajar merupakan alat untuk membantu siswa belajar dengan kemampuannya sendiri Proses‑proses ini digunakan untuk membantu siswa "belajar bagaimana belajar” (learn how to learn), yaitu bagaimana memahami, menyimpan dan mengingat kembali keterampilan atau informasi. Strategi‑strategi belajar dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu strategi pengulangan, strategi elaborasi, strategi organisasi dan strategi metakognitif

Multi ModelMerupakan penggabungan beberapa model pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan kontekstual.

Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning)

Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning)

Muhammad Faiq Dzaki

Pembelajaran dengan penernuan (Discovery Learning) merupakan suatu komponen penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan. Ide pembelajaran penernuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada anak/siswa dalam "menemukan" sesuatu oleh mereka sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan. (Nur 2000).

Pembelajaran penernuan dibedakan menjadi 2, yaitu pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT 1997). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran penernuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih h banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dlikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.

Carin (1993) memberi petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) sebagai berikut. a. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa: (1) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penernuan; (2) Menentukan lembar pengamatan data untuk siswa; (3) Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap; (4) Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2‑5 siswa; (5) Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa.

Untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993) menyarankan hal‑hal di bawah ini: (1) Membantu siswa untuk memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan; (2) Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan; (3) Menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman; (4) Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan; (5) Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan; (6) Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

Berikut beberapa saran tambahan berdasarkan pada pendekatan penemuan dalam pengajaran (Nur 2000): (1) Mendorong siswa mengajukan dugaan awal dengan cara mengajukan pertanyaan membimbing; (2) Menggunakan bahan dan permainan yang bervariasi; (3) Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik‑topik terkait; (4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mernuaskan keingintahuan mereka, meskipun mereka mengajukan gagasan‑gagasan yang tidak berhubungan langsung dengan pengajaran; (5) Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik‑topik terkait

Friday, March 6, 2009

Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme

Muhammad Faiq Dzaki

Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa, untuk benar-benar mengerti dan dapat kmenerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi diri mereka sendiri, dan selalu bergulat dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

Teori yang dikenal dengan constructivist theories of lerning menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila tidak lagi sesuai. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Nur dan Retno,2000:2).

Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menekankan pengajaran top down daripada bottom-up. Top down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. Sedangkan pendekatan bottom-up tradisional yang mana keterampilan-keterampilan dasar secara tahap demi tahap dibangun menjadi keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. (Slavin, 1997 dalam Nur dan Retno,2000:7). Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam kelas yang terpusat pada siswa peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.

Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu konsep kunci dari teori belajar konstruktivis adalah pembelajaran dengan pengaturan diri (self regulated learning) yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu (Nur dan Retno, 2000:12). Jadi apabila siswa memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi serta tekun menerapkan strategi itu sampai pekerjaan terselesaikan maka kemungkinan mereka adalah pelajar yang efektif.

Salah satu pendekatan dalam pengajaran konstruktivis yang sangat berpengaruh dari Jerome Bruner adalah belajar penemuan dimana siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui partisipasi aktif mereka sendiri dengan konsep dan prinsip dimana guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman serta dapat melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. (Nur dan Wikandari,2000:10)

Pendekatan yang lain dalam pengajaran dan pembelajaran yang juga berlandaskan pada teori konstruktivis adalah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara dan tenaga kerja (U.S. Department of Education and the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001 dalam Nur,2001a:1).

Pada dasarnya CTL juga menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. PBM lebih diwarnai student centred daripada teacher centered. Sebagaian besar waktu PBM berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Inquiry-Based Learning dan Problem-Based Learning disebut sebagai strategi CTL yang diwarnai student centered dan aktivitas siswa (University of Washington,2001 dalam Nur,2001a:7)

Pustaka:
Nur, M. dan Wikandari P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press.

Nur, M. 2001a. “Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual”. Makalah disajikan pada Pelatihan TOT guru mata pelajaran SLTP dan MTs dari enam propinsi, di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Wilayah IV Surabaya.

CTL, pembelajaran kontekstual, konstruktivisme

Teori Piaget

Teori Piaget

Muhammad Faiq Dzaki

Teori belajar kognitif berkembang dari Piaget, Vygotsky dan teori pemrosesan informasi. Teori kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Dalam pandangan Piaget pengetahuan datang dari tindakan jadi perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.

Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu : struktur, isi dan fungsi. (Dahar ,1988:179). Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Fungsi itu terdiri dari organisasi dan adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui 2 proses yaitu : assimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dan proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.

Menurut Slavin (dalam Nur :1998 : 27) implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. (2) Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan. (3) Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya. (4) Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda. (5) Dari uraian tersebut pembelajaran menurut konstruktivis dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak.

Pustaka:
Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan : Jakarta.

Interaksi Sebagai Proses Belajar Mengajar

Interaksi Sebagai Proses Belajar Mengajar

Muhammad Faiq Dzaki

Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah berlang-sung interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri interaksi edukatif) yaitu (1) Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan : yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Interaksi belajar mengajar sadar tujuan, dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian siswa mempunyai tujuan, (2) Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah dilaksanakan. Dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkah sistematik yang relevan, (3) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Materi didesain sehingga dapat mencapai tujuan dan dipersiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (4) Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Siswa sebagai pusat pembelajaran, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (5) Dalam interaksi belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing. Guru memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi dan sebagai mediator dan proses belajar mengajar, (6) dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan, (7) Ada batas waktu. Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus dicapai, (8) Unsur penilaian. Untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai melalui interaksi belajar mengajar.( Titin, 2003:10)

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar mengajar guru harus memiliki kemampuan mendesain program, menguasai materi pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode yang digunakan, memiliki keterampilan mengkomunikasikan program serta memahami landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.

Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang terpadu yaitu proses belajar mengajar. Seorang pengajar dapat mengartikan belajar sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses penerapan prinsip.

Gagne (dalam Abdillah dan Abdul,1988 :17) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dapat dilakukan oleh makhluk hidup yang memungkinkan makhluk hidup ini merubah perilakunya cukup cepat dalam cara kurang lebih sama, sehingga perubahan yang sama tidak harus pada setiap situasi baru. Sedangkan Dahar (1988 :11) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana organisme perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar bukanlah menghafalkan fakta-fakta yang terlepas-lepas, melainkan mengaitkan konsep yang baru dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitif, atau mengaitkan konsep pada umumnya menjadi proposisi yang bermakna.
Merujuk pada kaum kontruktivis bahwa belajar merupakan proses aktif dalam mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisik, dll. Lebih lanjut dikemukakan bahwa belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau apa yang dipelajari dengan apa yang sudah dipunyai seseorang. (Suparno P , 1997 :61)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan sikap.

Belajar fisika dalam kerangka pengajaran dan pendidikan di sekolah adalah proses aktivitas siswa arahan dan bimbingan untuk mempelajari materi mata pelajaran fisika. Melalui kegiatan belajar fisika siswa diharapkan memperoleh pengertian tentang fakta-fakta, konsep fisika, prinsip, hukum, metode ilmiah dan sikap ilmiah serta saling keterkaitan antar komponen-komponen itu. Selanjutnya semua hal yang dipelajari tersebut diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata dan dapat digunakan untuk mempelajari perkembangan sains dan teknologi.

Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri. (Bettencournt, 1989 dalam Suparno P,1997 :65)

Proses belajar harus tumbuh dan berkembang dari diri anak sendiri, dengan kata lain anak-anak yang harus aktif belajar sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing. Pandangan ini pada dasarnya mengemukakan bahwa mengajar adalah membimbing kegiatan belajar anak. ”Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for the purpose of aiding the pupil learn” ……. ( Hamalik ,2002:58)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar mengajar merupakan proses kegiatan komunikasi dua arah. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang integral (terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Selanjutnya proses belajar mengajar merupakan aspek dari proses pendidikan.

Berdasarkan orientasi proses belajar mengajar siswa harus ditempatkan sebagai sujek belajar yang sifatnya aktif dan melibatkan banyak faktor yang mempengaruhi, maka keseluruhan proses belajar yang harus dialami siswa dalam kerangka pendidikan di sekolah dapat dipandang sebagai suatu sistem, yang mana sistem tersebut merupakan kesatuan dari berbagai komponen (input) yang saling berinteraksi (proses) untuk menghasilkan sesuatu dengan tujuan yang telah ditetapkan (output).

Pustaka:
Abdillah, H. dan Abdul, M. 1988. Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran. Surabaya Indonesia : Usaha Nasional.

Hamalik, U. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta : Kanisius

Teori Vygotsky

Teori Vygotsky

Muhammad Faiq Dzaki

Teori Vygotsky memberikan suatu sumbangan yang sangat berarti dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini memberi penekanan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari,2000:4).

Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding (perancahan), dimana perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih lompeten, yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. (Nur, 1998:32)

Implikasi dari teori Vygostky dalam pendidikan yaitu : (1) Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zona of proximal development. (2) Dalam pengajaran ditekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.

Pustaka:
Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Nur, M. dan Wikandari P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press.

Vygotsky, scaffolding, zone of proximal development

Teori Bandura Tentang Modeling (Pemodelan)

Teori Bandura Tentang Modeling (Pemodelan)

Muhammad Faiq Dzaki

Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura dan teori ini merupakan pengembangkan atau perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Melalui pembelajaran sosial seseorang dapat belajar melalui pengamatan (observation learning) terhadap suatu model.

Ciri model yang berpengaruh terhadap pengamat adalah model yang tampak menarik, dapat dipercaya, cocok dalam kelompok dan memberikan standar yang meyakinkan sebagai pedoman bagi pengamat.

Ada empat (4) elemen penting yang menurut Bandura perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan yaitu ; (1). Atensi, (2). Retensi, (3). Reproduksi dan (4). Motivasi. (Dahar,1988:34)

Pustaka:
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan : Jakarta.

Teori Ausubel Tentang Belajar Bermakna (Meaningful Learning)

Teori Ausubel Tentang Belajar Bermakna (Meaningful)

Muhammad Faiq Dzaki

Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu : (1). Meteri yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, (2). Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.

Dikatakan lebih lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu : (a) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, (b) Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang miri, (c) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

Pustaka:
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan : Jakarta.

Sistem Memori

Sistem Memori

Muhammad Faiq Dzaki

Sistem Memori tersusun atas (a) register penginderaan; (b) memori jangka pendek; dan (c) memori jangka panjang.

a). Register Penginderaan
Pemrosesan informasi yang terjadi dalam otak manusia adalah melalui beberapa komponen. Komponen yang pertama dari sistem memori yang dilalui informasi adalah register penginderaan. Register penginderaan ini berfungsi untuk menampung sejumlah informasi dari indera seperti penglihatan, pendengaran, peraba, pembau dan pengecap. Informasi yang ditampung mempunyai kapasitas yang besar dan disimpan dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Dalam waktu singkat tersebut jika tidak mendapatkan suatu proses terhadap informasi yang ditampung maka informasi tersebut biasanya akan hilang.

Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi yang penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran (Nur dkk,1998:3).Misalnya apabila siswa dijejali dengan terlalu banyak informasi pada suatu waktu dan tidak diberi tahu aspek informasi mana yang harus diperhatikan, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mempelajari semua informasi tersebut.

b) Memori Jangka Pendek
Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapatkan perhatian ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori yaitu memori jangka pendek. Menurut Slavin (dalam Nur dkk,1998:8) dijelaskan bahwa “memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan yang dapat menyimpan informasi dalam jumlah yang terbatas hanya dalam beberapa detik”. Biasanya memori ini menyimpan informasi yang terkini yang sedang dipikirkan.

Satu cara untuk menyimpan informasi ke dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengucapkannya berkali-kali. Proses mempertahankan suatu informasi dalam memori jangka pendek dengan cara mengulang-ulang disebut menghafal (rehearsal). Menghafal sangat penting dalam belajar, karena semakin lama suatu butir tinggal di dalam memori jangka pendek, semakin besar kesempatan butir itu akan ditransfer ke memori jangka panjang. Tanpa pengulangan kemungkinan butir itu tidak akan tinggal di memori jangka pendek lebih dari sekitar 30 detik maka informasi itu dapat hilang akibat desakan informasi lainnya, karena memori jangka pendek mempunyai kapasitas yang terbatas yaitu 5 sampai 9 bits informasi (Miller,1956 dalam Nur dkk,1998:9) yaitu hanya bisa berpikir antara 5 sampai 9 hal yang berbeda dalam satu waktu tertentu.

c) Memori Jangka Panjang
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode waktu yang panjang. Memori jangka panjang memiliki kapasitas yang sangat besar tempat menyimpan memori dengan jangka yang sangat panjang. Banyak ahli yakin bahwa informasi yang terdapat dalam memori jangka panjang tidak pernah dilupakan, kemungkinan hanya sekedar kehilangan kemampuan untuk menemukan kembali informasi yang tersimpan di dalam memori kita.

Tulvin,1972,1985 (dalam Nur dkk,1998:13) menyatakan bahwa para ahli membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian yaitu: memori episodik, memori semantik dan memori prosedural. Memori episodik adalah memori tentang pengalaman pribadi, suatu gambaran mental tentang sesuatu yang dilihat atau didengar. Memori semantik adalah memori jangka panjang yang berisi fakta-fakta dan generalisasi informasi yang diketahui misalnya konsep, prinsip atau aturan dan bagaimana menggunakannya dan keterampilan pemecahan masalah dan strategi belajar. Memori prosedural mengacu pada “mengetahui bagaimana” (“knowing how”) sebagai lawan dari “mengetahui apa” (“knowing that”) (Syswester,1985 dalam Nur dkk,1998:13).

Memori episodik, semantik dan prosedural berbeda dalam hal cara kerjanya dalam menyimpan dan mengorganisasikan informasi. Informasi dalam memori episodik disimpan dalam bentuk gambaran (bayangan) yang diorganisasikan berdasarkan pada kapan dan di mana peristiwa-peristiwa terjadi. Informasi dalam memori semantik diorganisasi dalam bentuk jaringan hubungan ide. Sedangkan informasi dalam memori prosedural disimpan sebagai pasangan-pasangan stimulus-response yang kompleks (Oakley,1981 dalam Nur dkk,1998:14)

Pustaka
Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Sistem memori, memori jangka pendek, memori jangka panjang, register penginderaan

Pengajaran Strategi Belajar (Learning Strategies)

Pengajaran Strategi Belajar (Learning Strategies)

Muhammad Faiq Dzaki

Menurut Claire Weinstein dan Richard Meyer bahwa pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri.(Nur, 2000:5). Jadi mengajarkan siswa bagaimana belajar merupakan suatu tujuan pendidikan yang sangat penting dan menjadi tujuan utama.

Selanjutnya dikatakan bahwa pentingnya mengajarkan siswa bagaimana belajar atau disebut pengajaran strategi berlandaskan pada dalil bahwa keberhasilan siswa sebagian besar bergantung pada kemahiran untuk belajar secara mandiri dan memonitor belajar mereka sendiri, sehingga strategi belajar mutlak diajarkan kepada siswa.

Strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses berpikir yang digunakan oleh siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari termasuk proses memori dan metakognitif.(Nur, 2000:7).Selanjutnya dikatakan bahwa strategi-strategi belajar adalah operator-operator kognitif meliputi dan di atas proses-proses yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas [belajar].

Tujuan utama dari pengajaran strategi adalah mengajarkan siswa untuk belajar atas kemauan dan kemampuan diri sendiri atau pebelajar mandiri (self-regulated learner) yang mengacu pada pebelajar yang dapat melakukan empat hal penting, yaitu: (a) secara cermat mendiagnosa suatu situasi pembelajaran tertentu, (b) memilih suatu strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajar tertentu yang dihadapi, (c) memonitor keefektivan strategi yang digunakan, dan (d) termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar sampai masalah terselesaikan. (Nur, 2000:9)

Pustaka:
Nur, M. 2000. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press.

Pengajaran Strategi Belajar - Dukungan Teoritik

Pengajaran Strategi Belajar - Dukungan Teoritik

Muhammad Faiq Dzaki

Dukungan untuk strategi belajar diperoleh dari dua sumber teoritik yaitu dari Vygotsky dan psikologi kognitif. Teori Vygotsky menekankan pada tiga ide utama bahwa (a) intelektual berkembang pada sat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit serta mengkaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui, (b) interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual,(c) peran utama guru adalah bertindak sebagai orang penolong dan mediator pembelajaran siswa . (Arend,1997:245). Sedangkan psikologi kognitif berakar dari teori yang menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses informasi.

Pandangan Vygotsky dan ahli psikologi kognitif dalam memahami penggunaan strategi-strategi belajar adalah penting dengan tiga alasan yaitu: (a) pengetahuan awal berperan dalam proses belajar, (b) memahami apa pengetahuan itu dan perbedaan di antara berbagai jenis pengetahuan dan (c) membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh oleh manusia dan diproses di dalam system memori otak.(Nur, 2000:10)

Pustaka:
Nur, M. 2000. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press.

Arends, R.I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York : The Mc Graw Hill Companies. Inc.

Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)

Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)

Muhammad Faiq Dzaki


Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. Tetapi para ahli berpendapat bahwa tidak ada model pengajaran yang lebih baik dari model pengajaran yang lain.(Kardi dan Nur, 2000b : 13).

Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2). Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.

Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.”

Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented.” Hal yang sama dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a : 27), bahwa suatu pelajaran dengan model pengajaran langsung berjalan melalui lima fase: (1) penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2) pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu, (3) memberikan latihan terbimbing, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (5) memberikan latiham mandiri.

Pustaka
Kardi, S. dan Nur M. 2000a . Pengajaran Langsung. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press.

Arends, R.I. 2001. Learning to Teach. New York:Mc graw Hill Companies, Inc

Macam-macam Strategi Belajar

Macam-macam Strategi Belajar

Muhammad Faiq Dzaki

Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Pembelajaran strategi lebih menekankan pada kognitif, sehingga pembelajaran ini dapat disebut dengan strategi kognitif. Strategi belajar dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

a. Strategi Mengulang (Rehearsal)
Strategi mengulang terdiri dari strategi mengulang sederhana (rote rehearsal) dengan cara mengulang-ulang dan strategi mengulang kompleks dengan cara menggaris bawahi ide-ide utama (under lining) dan membuat catatan pinggir (marginal note).

b. Strategi Elaborasi
Elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian.(Nur,2000:30). Strategi ini dapat dibedakan menjadi : 1). Notetaking (pembuatan catatan); pembuatan catatan membantu siswa dalam mempelajari informasi secara ringkas dan padat untuk menghafal atau pengulangan. Metode ini digunakan pada bahan ajar kompleks, bahan ajar konseptual dimana tugas yang penting adalah mengidentifikasi ide-ide utama.Membuat catatan memerlukan proses mental maka lebih efektif daripada hanya sekedar menyalin apa yang dibaca, 2) Analogi yaitu perbandingan-perbandingan yang dibuat untuk menunjukkan kesamaan antara cirri-ciri pokok sesuatu benda atau ide-ide, selain itu seluruh cirinya berbeda, seperti sistem kerja otak dengan komputer dan 3) Metode PQ4R adalah preview,question, read, reflect, recite dan review. Prosedur PQ4R memusatkan siswa pada pengorganisasian informasi bermakna dan melibatkan siswa pada strategi-strategi yang efektif.

c. Strategi Organisasi
Strategi Organisasi bertujuan membantu siswa meningkatkan kebermaknaan materi baru, terutama dilakukan dengan mengenakan struktur-struktur peng-organisasian baru pada materi-materi tersebut. Strategi organisasi mengidentifikasi ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Strategi ini meliputi : 1). Pembuatan Kerangka (Outlining); dalam pembuatan kerangka garis besar, siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama, 2). Pemetaan ( mapping) biasa disebut pemetaan konsep di dalam pembuatannya dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atas suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain, 3) Mnemonics; berhubungan dengan teknik-teknik atau strategi-strategi untuk membantu ingatan dengan membantu membentuk assosiasi yang secara alamiah tidak ada. Suatu mnemonics membantu untuk mengorganisasikan informasi yang mencapai memori kerja dalam pola yang dikenal sedemikian rupa sehingga informasi tersebut lebih mudah dicocokkan dengan pola skema di memori jangka panjang. Contoh mnemonics yaitu : a). Chunking (pemotongan) b). Akronim (singkatan), c). Kata berkait (Link-work) : suatu mnemonics untuk belajar kosa kata bahasa asing.

d. Strategi Metakognitif
Metakognitif adalah pengetahuan seseorang tentang pembelajaran diri sendiri atau berfikir tentang kemampuannya untuk menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan benar.(Arends, 1997:260). Metakognitif mempunyai dua komponen yaitu (1) pengetahuan tentang kognitif yang terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seorang pebelajar tentang proses berfikirnya sendiri dan pengetahuan tentang berbagai strategi belajar untuk digunakan dalam suatu situasi pembelajaran tertentu, (2) mekanisme pengendalian diri seperti pengendalian dan monitoring kognitif. (Nur, 2000:41)

Pustaka:
Nur, M. 2000. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press.

Tinjauan Umum - Model Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan Umum tentang Model Pembelajaran Kooperatif

Muhammad Faiq Dzaki

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling mencerdaskan, menyayangi, dan tenggang rasa antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut; (1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”; (2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi; (3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama; (4) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok; (5) Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok; (6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar; (7) Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya.

Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model pembelajaran kooperatif sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan bekerjasama, berfikir kritis, dan kemampuan untuk membantu teman.

Landasan Teori dan Empirik Model Pembelajaran Kooperatif
Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagoginya mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang dicirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Pada tahun 1954 dan 1969, Herbert Thelan, berargumentasinya bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Pada tahun 1994, Johnson dan Johnson, belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi bahwa Anda akan belajar paling baik jika Anda secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu, pengetahuan harus ditemukan sendiri dan menetapkan tujuan pembelajaran Anda sendiri.

Pendekatan yang Digunakan pada Model Pembelajaran Kooperatif
(a) Student Teams Achievement Division (STAD) adalah pembelajaran kooperatif dimana tim-tim heterogen saling membantu satu sama lain, belajar dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran kooperatif dan prosedur kuis, (b) Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif dimana setiap anggota tim bertanggung jawab untuk menentukan materi pembelajaran yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan materi tersebut kepada teman sekelompoknya yang lain, (c) Investigasi Kelompok adalah model pembelajaran kooperatif dimana kelompok siswa tidak hanya bekerja sama namun terlibat merencanakan baik topik untuk dipelajari dan prosedur penyelidikan yang digunakan, (d) Pendekatan Struktural adalah model pembelajaran kooperatif dimana dalam pendekatan ini tim mungkin bervariasi dari 2-6 anggota dan struktur tugas mungkin ditekankan pada tujuan-tujuan sosial atau akademik.
Keterampilan-ketrampilan yang Perlu Terlebih Dulu Disosialisasikan kepada Siswa dalam Model Pembelajaran Kooperatif: (1) Keterampilan kooperatif tingkat awal meliputi berada dalam kelompok, mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalam tugas, mendorong partisipasi, dan mengundang orang lain untuk berbicara; (2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat ringkasan, dan menerima tanggung jawab; (3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa ketetapan dan menetapkan tujuan (Lundgren dalam Saragih, 2000: 18).

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Muhammad Faiq Dzaki

Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Tingkah Laku Guru:
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

Fase-2 Menyajikan informasi
Tingkah Laku Guru:
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Tingkah Laku Guru:
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Tingkah Laku Guru:
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi
Tingkah Laku Guru:
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6 Memberikan penghargaan
Tingkah Laku Guru:
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Apa yang Perlu Dimasukkan ke dalam Portofolio

Apa yang Perlu Dimasukkan ke dalam Portofolio

Muhammad Faiq Dzaki

Isi dari portofolio dapat bervariasi menurut tujuannya, di mana akan digunakan, dan jenis‑jenis kegiatan penilaian yang digunakan dalam kelas. Johnson dan Johnson (2002: 103) menyebutkan butir‑butir yang relevan dimasukkan ke dalam portofolio, sebagai berikut. (1) Pekerjaan rumah, tugas-tugas di kelas; (2) Tes (buatan guru, curriculum supplied); (3) Komposisi (essay, laporan, cerita); (4) Presentasi (rekaman, observasi); (5) Ivestigasi, penemuan, proyek; (6) Buku harian atau jurnal; (7) Ceklis observasi (guru, teman sekelas); (8) Seni visual (melukis, pahatan, puisi); (9) Refleksi diri dan ceklis ; (10) Hasil-hasil kelompok; (11) Bukti kecakapan sosial; (12) Bukti kebiasaan dan sikap kerja; (13) Catatan anekdot, laporan naratif; (14) Hasil-hasil tes baku; (15) Foto, sketsa otobiografi; (16) Kinerja (menari, thespian activities)

Siapakah yang menentukan isi dari suatu portofolio? Oleh Johnson-Johnson (2002) dijelaskan bahwa isi dari portofolio dapat ditentukan oleh: (a) Siswa. Siswa dapat memutuskan apa yang akan dimasukkan ke dalam portofolio mereka.; (b) Kelompok pembelajaran kooperatif siswa. Kelompok ini dapat merekomendasikan tentang apa yang akan dimasukkan dalam portofolio; (c) Guru dan sekolah. Guru IPA misalnya menghendaki demonstrasi tentang kemampuan siswa menghubungkan sifat-sifat cahaya dengan kehidupan sehari-hari.

Johnson dan Johnson (2002) juga menyatakan bahwa portofolio seharusnya memuat hal berikut (1) Halaman judul yang menggambarkan sifat dari kerja siswa (kelompok siswa); (2) Daftar isi yang memuat judul setiap pekerjaan siswa dan nomor halamannya; (3) Rasional yang menjelaskan tentang contoh‑contoh pekerjaan apa yang dimuat, mengapa itu perlu disajikan, dan lain‑lain; (4) Contoh‑contoh pekerjaan siswa;(5) Penilaian‑Diri yang ditulis oleh siswa atau oleh anggota kelompok; (6) Tujuan mendatang berdasarkan prestasi, minat, dan kemajuan siswa (kelompok siswa) saat ini; (7) Komentar lain dan penilaian dari guru, kelompok pembelajaran kooperatif, dan bagian menarik lainnya.

Sedangkan Nur (2003: 10) dalam makalahnya memberikan daftar singkat item-item yang terdapat pada portofolio yaitu: (1) Tabel isi; (2) Tulisan atau catatan yang diambil dari buku catatan siswa atau jurnal sains siswa; (3) Ulangan harian; (4) Asesmen kinerja; (5) Pengorganisasi grafis, seperti peta konsep, outline, atau diagram alir; (6) Model asli buatan siswa; (7) Kegiatan-kegiatan pengembangan keterampilan proses; (8) Lembar evaluasi-diri; (9) Gambar, foto, karya seni; (10) Soal-soal; (11) Rekaman video, rekaman audio; (12) Data eksperimen atau pengamatan; (13) Karangan; (14) Laporan tentang topik-topik sains; (15) Penelitian ilmiah

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak hal yang dapat dimasukkan ke dalam portofolio IPA siswa. Dengan demikian jika guru ingin memperhatikan apa dan bagaimana siswa berpikir tentang IPA dalam pengajarannya, maka ia harus mempertimbangkan banyak hal, untuk dijadikan bahan portofolio bagi siswanya. Sebagai contoh, pada bagian penerapan pengajaran IPA yang menggunakan portofolio IPA siswa, jika akan dilaksanakan secara sederhana, peneliti mengajukan beberapa dokumen‑dokumen yang dapat dimasukkan dalam portofolio IPA siswa. Dokumen yang dimaksud meliputi: (1) Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran dengan Portofolio; (2) Beberapa lembar tugas; (2) Jawaban siswa atas tugas‑tugas yang diberikan guru, baik jawaban awal maupun hasil revisi dan isian LKS; (3) Lembar evaluasi siswa; (4) Lembar evaluasi teman sebaya; (5) Penyelesaian soal‑soal yang dipandang menarik/berarti bagi siswa; (6) Komentar‑komentar guru yang diperlukan bagi siswa; (7) Penyelesaian suatu permasalahan yang disusun oleh suatu kelompok siswa; (8) Kliping; (9) Rangkuman bahan pelajaran

Prinsip-Prinsip Penilaian

Prinsip-Prinsip Penilaian

Muhammad Faiq Dzaki

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian belajar siswa adalah sebagai berikut:
Pertama: VALID, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, misalnya apabila pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan melakukan eksperimen harus menjadi salah satu obyek yang dinilai.

Kedua: MENDIDIK, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil.

Ketiga: BERORIENTASI PADA KOMPETENSI, artinya penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.

Keempat: ADIL, artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, dan jender.

Kelima: TERBUKA, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak (siswa, guru, sekolah, orang tua, dan pihak laian yang terkait).

Keenam: BERKESINAMBUNGAN, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.

Ketujuh: MENYELURUH, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian terhadap hasil belajar siswa meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Kedelapan: BERMAKNA, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak.

Portofolio dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas

Portofolio dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas

Muhammad Faiq Dzaki

Asesmen portofolio adalah mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam mengkonstruksi dan merefleksikan suatu pekerjaan/tugas/karya dengan mengoleksi atau mengumpulkan bahan yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang dikonstruksi oleh siswa sehingga hasil kontruksi dapat dinilai dan dikomentari guru.

Asesmen portofolio merupakan pengajaran praktek dan mempunyai beberapa standar perencanaan yang kuat, yakni mendorong adanya interaksi antar lingkungan terkait seperti interaksi antar siswa, guru dan masyarakat yang saling melengkapi serta menggambarkan belajar siswa secara mandalam, yang pada akhirnya dapat membantu siswa menjadi sadar untuk meningkatkan dirinya sebagai pembaca dan penulis yang baik.

Jika seorang guru ingin mengadopsi asesmen portofolio dalam kegiatan pembelajaran di kelas maka guru hendaknya membuat pengumpulan dan asesmen berkelanjutan terhadap pekerjaan siswa sebagai fokus sentral kegiatan pembelajarannya.

Dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan asesmen portofolio, siswa mengerjakan tugas‑tugas yang diberikan paling sedikit dua kali. Artinya jika dalam pengerjaan awalnya terdapat kesalahan, maka siswa diberi kesempatan untuk membuat revisi tugas tersebut. Seorang telah mengerjakan tugas yang sama beberapa kali akan mengetahui bahwa usaha yang dilakukannya cenderung menjadi lebih baik, sejalan dengan perbaikan yang dilakukannya.

Hal ini akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa bahwa dia mampu untuk menyelesaikan tugas‑tugas yang diberikan. Sehingga dapat dikatakan portofolio merupakan suatu cara agar dalam diri siswa tumbuh kepercayaan diri bahwa dia mampu mengerjakan tugas. Dengan tumbuhnya kepercayaan diri pada diri siswa diharapkan dapat memotivasinya untuk mencari pengetahuan dan pemahaman sendiri serta berkreasi dan terbuka ide‑ide baru yang mereka lakukan dalam kegiatan pembelajarnya.

Pada kegiatan pembelajaran yang menggunakan asesmen portofolio ini, siswa diminta untuk menyelesaikan sejumlah tugas‑tugas, baik yang dilaksanakan di kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung, maupun tugas yang dikerjakan di rumah. Pemberian tugas kepada siswa seharusnya disertai dengan umpan balik, sebab dengan umpan balik tersebut siswa dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan dalam mengerjakan tugas itu. Tugas tanpa umpan balik tidak memberikan hasil yang optimal. Umpan balik itu harus jelas, harus segera dan sering diberikan. Umpan balik yang demikian akan menjadi insentif bagi siswa dalam belajar.

Menggunakan asesmen portofolio pada kegiatan pembelajaran pemeriksaan dan pemberian umpan balik terhadap pekerjaan siswa harus dilakukan oleh guru dalam setiap kegiatan pembelajarannya. Artinya setiap kali siswa selesai mengerjakan tugas dan mengumpulkannya (baik tugas yang dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung maupun tugas yang diselesaikan di rumah), guru harus segera memeriksa dan memberikan komentar yang bersifat sebagai umpan balik yang diperlukan. Kemudian hasil pekerjaan siswa yang telah diperiksa dikembalikan disertai dengan tugas agar siswa merivisi kembali tugas tersebut. Jika dalam pengerjaannya terdapat kesalahan. Siswa kemudian menempatkan hasil pekerjaan awal dan juga revisi tugas tersebut ke dalam portofolio yang dibuatnya. Hasil‑hasil pekerjaan itu dikumpulkan dan selalu dijaga, sehingga guru dan juga siswa dapat melihat perbedaan yang terjadi dari pengerjaan tugas tersebut.

Portofolio‑portofolio reguler yang dimiliki siswa tidak hanya menggambarkan hasil akhir yang merupakan hasil terbaik, tetapi juga menunjukkan bagaimana hasil itu di peroleh. Dalam setiap kegiatan pembelajaran guru harus memeriksa serta memberikan umpan balik terhadap tugas‑tugas yang dikerjakan siswa, maka secara garis besar kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam penelitian ini di bagi menjadi tahapan yaitu: (1) Kegiatan awal (2) Kegiatan inti pokok dan (3) Kegiatan akhir.

Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan penilaian, khususnya penilaian yang dilakukan secara internal. Penilaian internal sering juga disebut penilaian diri, dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan menilai hasil program-program yang telah dilaksanakan.

Sebagian besar pendukung asesmen portofolio yakin bahwa hasil nyata untuk pendekatan penilaian ini terletak pada individu/guru kelas, sebab hubungan antara kegiatan pembelajaran dan penilaian akan diperkuat sebagai konsekuensi dari akumulasi berkelanjutan hasil para siswa di dalam portofolio mereka. Idealnya guru‑guru yang mengadopsi portofolio di dalam kelas, mereka akan membuat pengumpulan berkelanjutan dan penilaian atas pekerjaan para siswa sebagai fokus sentral program pengajaran, dengan demikian sebaiknya portofolio digunakan secara terus menerus bukan hanya dilaksanakan pada akhir periode atau pada waktu‑waktu tertentu. Portofolio merupakan kegiatan yang mengikutsertakan siswa secara aktif dalam mengumpulkan pekerjaan (dokumen‑dokumen) mereka untuk menyakinkan supervisor, guru dan orang tua siswa, bahwa sesuatu yang baik telah berlangsung di dalam kelas.

Pedoman Pelaksanaan Penilaian Portofolio

Pedoman Pelaksanaan Penilaian Portofolio

Muhammad Faiq Dzaki

Berikut ini adalah beberapa pedoman yang dapat digunakan dalam melaksanakan pengajaran yang menggunakan penilaian portofolio. Pedoman tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pastikan bahwa setiap siswa memiliki portofolio sendiri; (2) Tetapkan sampel pekerjaan apa yang akan dikumpulkan; (3) Mengumpulkan dan menyimpan sampel‑sampel pekerjaan; (4) Memilih kriteria untuk mengevaluasi sampel kerja portofolio; (5) Mengharuskan siswa mengevaluasi portofolio secara terus menerus; (6) Menjadwalkan dan melaksanakan pertemuan portofolio; dan (7) Melibatkan para orang tua dalam proses penilaian portofolio.

Untuk menumbuhkan budaya portofolio diperlukan kerja sama yang baik antara guru dan siswa. Guru harus mempunyai perencanaan yang matang dan harus selalu siap menerima respon dari siswa. Diperlukan sikap keterbukaan guru dan tanggung jawab siswa atas portofolio yang dimilikinya. Dengan kata lain, kepedulian guru dan siswa dituntut tinggi terhadap pembelajaran yang menggunakan portofolio.

Menumbuhkan Budaya Penilaian Portofolio

Menumbuhkan Budaya Penilaian Portofolio

Muhammad Faiq Dzaki

Membuat portofolio sebagai suatu bagian integral dari pengajaran sehari‑hari tetap suatu tantangan bagi guru‑guru. Saran‑saran yang dapat dipertimbangkan dalam upaya menciptakan budaya portofolio sebagai berikut.

Pertama, buat siswa‑siswa bertanggung jawab dalam menjaga kekinian portofolio dan mengorganisir serta mengisi portofolio dengan pekerjaan yang mereka pandang paling representatif.

Kedua, gunakan portofolio secara terus menerus, bukan hanya dilaksanakan pada akhir periode atau pada waktu‑waktu khusus.

Ketiga, pandang portofolio sebagai bagian dari proses pembelajaran lebih dari sebagai alat pemberi skor nilai, sebagai cara merangsang dan meningkatkan pembelajaran siswa. Portofolio memungkinkan siswa memasukkan pekerjaan pada suatu topik tertentu yang dirasakan menarik atau bagian dari pekerjaan yang secara luas dapat mereka kembangkan di masa‑masa yang akan datang.

Keempat, susun tujuan penggunaan portofolio secara bersama‑sama. Siswa‑siswa seharusnya secara jelas memahami kapan mereka menyusun portofolio untuk refleksi sendiri tentang pembelajarannya, untuk seminar atau pertemuan orang tua murid dan guru, atau sebagai suatu pameran istimewa bagi penilai eksternal.

Kelima, siswa‑siswa seharusnya kenal dengan rubriks‑rubriks yang digunakan untuk menilai pekerjaan mereka, dan bagaimana skor yang mereka dapatkan dalam portofolio mempengaruhi evaluasi secara keseluruhan.

Keenam, ciptakan kesempatan ganda untuk umpan balik isi portofolio antara siswa dengan siswa, antara guru dan siswa, dan lain‑lain. Selama periode pertemuan ini siswa dapat mendiskusikan dengan yang lainnya tentang nilai dari perbedaan bagian pekerjaan yang ingin mereka tempatkan dalam portofolio. Contoh lainnya menjadwalkan pertemuan untuk mendiskusikan penggunaan portofolio dengan siswa mereka.

Manfaat Penggunaan Penilaian Portofolio

Manfaat Penggunaan Penilaian Portofolio

Muhammad Faiq Dzaki

Berikut ini dirinci beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan penilaian portofolio:

Pertama, portofolio memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri. Dengan demikian siswa dapat: (1) Mendokumenkan usaha‑usaha mereka, prestasi, dan perkembangannya dalam pengetahuan, keterampilan, ekspresi, dan sikap; (2) Menggunakan gaya pembelajaran yang berbeda, modalitas, dan intelegensi; (3) Menilai pembelajaran mereka dan memutuskan item mana yang terbaik yang menyatakan prestasi dan perkembangan meraka; (4) Menyusun tujuan pembelajaran selanjutnya.

Kedua, portofolio dapat digunakan untuk menentukan tingkat prestasi.

Ketiga, portofolio memungkinkan siswa menyajikan suatu pandangan holistic dari prestasi akademik yang tertinggi, keterampilan‑keterampilan dan kompotensi‑kompotensi.

Keempat, portofolio dapat digunakan. untuk menentukan perkembangan siswa. Portofolio memungkinkan siswa untuk menyajikan pekerjaannya lebih dari satu kali untuk menunjukkan kemajuan mereka dalam mencapai tujuan pembelajarannya.

Kelima, portofolio dapat digunakan untuk memahami bagaimana siswa berpikir, beralasan, mengorganisasi, menyelidiki, dan komunikasi. Portofolio dapat menyediakan pemahaman terhadap penalaran siswa dengan mendokumentasikan kemajuan berpikir siswa dan mendokumentasikan pekerjaan dalam mencapai tujuan pembelajaran mereka.

Portofolio juga dapat dibuat berdasarkan tujuan yang ingin diambil, misalnya portofolio atau pun koleksi pekerjaan siswa akan dapat: (1) Memberikan bukti tentang penggunaan keterampilan siswa, penggunaan konsep, dan pemecahan masalah dalam berbagai situasi; (2) Menunjukkan perkembangan siswa suatu suatu periode; (3) Melibatkan siswa dalam pendekatan "draft dan revisi" untuk mengerjakan pekerjaan dan memodelkan bagaimana pekerjaan sering dikerjakan di luar sekolah; (4) Memungkinkan siswa atau memberi kesempatan bagi siswa dalam menyajikan usaha mereka; (5) Memberi tanggung jawab kepada siswa untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri; (6) Menyediakan gambaran kepandaian/prestasi bagi para pendidik, orang tua, dan siswa.

Keuntungan Pengajaran dengan Portofolio

Keuntungan Pengajaran dengan Portofolio

Muhammad Faiq Dzaki

Pengajaran yang berfokus pada portofolio memberikan banyak keuntungan. Keuntungan menggunakan portofolio antara lain adalah sebagai berikut: (1) Siswa dapat menggambarkan pembelajaran mereka sendiri dan cara‑cara memperbaikinya; (2) Siswa dapat terlibat bekerja pada tingkat kompleksitas yang berbeda atau mendukung bekerja komplit di dalam maupun di luar kelas; (3) Memberi lebih banyak informasi tentang apa dan bagaimana siswa belajar dibandingkan siswa lainnya; (4) Menjadi media bagi siswa, guru, orang tua, dan penilai eksternal untuk mengkomunikasikan dan menyampaikan harapan‑harapannya tentang pembelajaran siswa; (5) Memberikan gambaran

yang akurat dari program pembelajaran yang diikuti oleh siswa, Dalam hal ini membantu guru dan penilai eksternal membuat keputusan kritis tentang efektivitas program; (6) Dapat digunakan untuk mendokumentasikan prestasi siswa. Ini berarti penilaian yang diberikan akan lebih akurat; (7) Mendemonstrasikan kemampuan siswa menerapkan pengetahuan pemecahan masalah, kemampuan menggunakan bahasa ilmiah, mengkomunikasikan ide, kemampuan memberi alasan atau pun menganalisis; (8) Dapat meningkatkan kemampuan evaluasi diri siswa; (9) Berguna bagi guru dalam mengidentifikasi letak kelemahan dan kelebihan siswa atau memberi nilai diagnostik yang berarti bagi guru; (10) Umpan balik yang diberikan siswa akan membangun pemahaman siswa; (11) Guru dapat mendeteksi variabel afektif siswa, atau memantau status afektif siswa, antara lain kejujuran, percaya diri, ketekunan, sikap positif terhadap IPA dan lain‑lain.

Cara Menggunakan Portofolio Siswa

Cara Menggunakan Portofolio Siswa

Muhammad Faiq Dzaki

Portofolio siswa merepresentasikan kualitas pembelajaran siswa. Meskipun guru memberi tes, pekerjaan rumah, tugas‑tugas, dan proyek portofolio dapat menyajikan secara keseluruhan. Pandangan yang lebih menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari dan diselesaikan oleh siswa. Aspek‑aspek penting dari peran guru dalam menggunakan portofolio terjadi pada (a) sebelum pengajaran atau pemberian nilai dimulai, (b) selama pengajaran dan pemberian nilai berlangsung, dan (c) setelah pengajaran atau pemberian nilai.

Langkah pertama adalah persiapan untuk menggunakan portofolio. Pedoman untuk ini diberikan sebagai berikut. (1) Putuskan jenis portofolio apa yang akan digunakan. Apakah secara individu atau kelompok; (2) Identifikasi tujuan dari portofolio; (3) Pilihlah kategori‑kategori pekerjaan apa yang akan dimasukkan dalam portofolio; (4) Mintalah siswa memilih hal‑hal yang akan dimasukkan dalam portofolio; (5) Putuskan bagaimana portofolio tersebut dinilai dan dievalusi.

Dalam merencanakan bagaimana menggunakan portofolio sebagai bagian dari proses penilaian jangan mencoba terlalu banyak dengan suatu program portofolio. Mulailah secara pelan‑pelan. Jangan coba menggunakan portofolio untuk menilai segala sesuatunya.

Langkah kedua adalah mengatur portofolio selama penelitian. Portofolio diatur dengan cara berikut ini. (1) Proses portofolio. Guru menjelaskan kepada siswa kategori contoh pekerjaan siswa yang akan dimasukkan ke dalam portofolio; (2) Rubrik. Guru mengembangkan rubrik penilaian untuk menilai dan mengevaluasi pekerjaan siswa; (3) Tugas‑tugas. Siswa menyelesaikan tugas-tugas mengetahui bahwa beberapa atau semua dari mereka akan dimasukkan ke portofolio final. Semua tugas‑tugas mungkin dapat ditempatkan di portofolio; (4) Penilaian‑Diri. Siswa merefleksi dan menilai dirinya sendiri tentang kualitas dan kuantitas pekerjaannya dan kemajuannya dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Langkah ketiga, adalah mengatur proses portofolio pada akhir dari pemberian nilai. Portofolio harus lengkap, penilaian terhadap portofolio harus dibuat dan diorganisasi dalam suatu representasi atau kerja kelompok.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...