Pendidikan Anak Usia Dini - Scaffolding

untuk Guru dan Mahasiswa Calon Guru

Sunday, March 1, 2009

Pendidikan Anak Usia Dini - Scaffolding

Pendidikan Anak Usia Dini - Scaffolding

Muhammad Faiq Dzaki

Implemetasi scaffolding sebagai bagian dari proses belajar konstruktivisme perlu dikenali dengan baik sehingga tidak perlu berubah menjadi interferensi yang justru akan menghilangkan kesempatan belajar anak untukmenguasai proses pemecahan masalah (problem solving). Vygotsky, 1962, dalam teori belajar konstruktivisme khususnya pada pendidikan anak usia dini telah menggarisbawahi pentingnya scaffolding yang tepat waktu dan dapat ditarik kembali secara bertahap setelah anak menunjukkan keberhasilan terhadap pencapaian suatu indikator dalam aspek perkembangan anak (child development). Anak membutuhkan scaffolding untukmenuju ke tingkat perkembangan potensial (level of potential development).

Scaffolding adalah pengembangan dari teori belajar konstruktivisme modern. Scaffolding pertama kali disebut sebagai istilah dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini oleh Vygotsky pada tahun 1846. Dalam pendidikan anak usia dini, scaffolding mengambil peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran di setiap aspek menuju pencapaian perkembangan anak (child development). Setiap kali seorang anak mencapai tahap perkembangan yang ditandai dengan terpenuhinya indikator dalam aspek tertentu, maka anak membutuhkan scaffolding. Vygotsky (1962) menuliskan bahwa scaffolding merupakan bentuk bantuan yang tepat waktu yang juga harus ditarik tepat waktu ketika interaksi belajar sedang terjadi saat anak-anakmengerjakan puzzle, membangun miniatur bangunan, mencocokkan gambar dan tugas-tugas pelajaran lainnya. Saat interaksi belajar berlangsung, scaffolding kadang dibutuhkan secara bersamaan dan terintegrasi dalam aspek fisik, intelektual, seni dan emosional.

Teori belajar konstruktivisme modern secara umum menyatakan bahwa siswa harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi yang kompleks kemudian mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun pengetahuan ini di dalam benaknya sendiri. Guru hanya membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan relevan bagi siswa; sehingga siswa mampu menarik kesimpulan untuk menerapkan sendiri ide-idenya.

Khusus terhadap pendidikan anak usia dini teori konstruktivisme modern oleh Vygotksy dibagi dalam tiga tahap yaitu:
(1) Tahap Zona Perkembangan: atau Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu suatu ide bahwa anak usia dini belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. Artinya, suatu jarak antara keterampilan yang sudah dimiliki oleh anak dengan keterampilan baru yang diperoleh dengan bantuan dari orang dewasa (adult/caregiver/orang tua/guru) atau orang yang terlebih dahulu menguasai keterampilan tersebut (knowledgeable person/peer/siblings). Zone of Proximal Development dihadirkan di tengah lingkungan dengan fitur yang sekaya mungkin sehingga memberikan kesempatan melimpah bagi anak untuk membangun konsep dan internalisasi pemahaman dalam dirinya tentang berbagai hal sehingga anak memperoleh rangsangan yang kuat untuk mempelajari suatu konsep bagi pemahamannya dengan cara terbaik.

(2) Tahap Pemagangan Kognitif atau cognitive apprenticeship adalah suatu istilah untuk proses pembelajaran di mana guru menyediakan dukungan kepada anak usia dini dalam bentuk scaffold hingga anak usia dini berhasil membentuk pemahaman kognitifnya. Pemagangan kognitif atau cognitive apprenticeship juga merupakan suatu budaya belajar dari dan di antara teman sebaya melalui interaksi satu sama lain sehingga membentuk suatu konsep tentang sesuatu pengalaman umum dan kemudian membagikan pengalaman membentuk konsep tersebut di antara teman sebayanya (Collins, Brown, and Newman1989). Wilson and Cole (1994) mendeskripsikan ciri khas pemagangan kognitif yaitu “ heuristic content, situated learning, pemodelan, coaching, articulation, refleksi, eksplorasi, dan ”order in increasing complexity”.

(3) Scaffolding atau mediated learning yaitu dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting dalam pemikiran konstruktivis memodern. Scaffolding is adjusting the support offered during a teaching session to fit the child’s current level of performance ” .Scaffolding sebagian besar ditemukan dilakukan oleh orang dewasa (adult/care giver/parent/teacher) atau orangyang lebih dahulu tahu (knowledgeable person/siblings/peer) tentang suatu keterampilan yang seharusnya dicapai oleh anak usia dini.

6 comments:

Anonymous said...

ooo... jadi ada yang namanya scaffolding ya...

kalo bahasa ki hajar dewantara-nya, tut wuri handayani kali ya...

:D

Anonymous said...

pada prinsipnya, guru hanya faktor pendorong keberhasilan seseorang, proses menuju sukses ditopang oleh usaha dan doa pelaku itu sendiri

Ren said...

Artikel yang bagus.. terima kasih... kebetulan saya akan melakukan penelitian dengan strategi scaffolding hanya saja saya kekurangan referensi dalam baik bahasa inggris atau bahasa indonesia (buku atau jurnal). Kalau bisa saya ingin meminta referensi yang anda pakai. terima kasih sebelumnya..

Anonymous said...

Saya berterimakasih sekali karena kami mau ujian

bagas said...

artikel yg menarik khususnya buat sy sbg praktisi paud,scaffolding jk diterjemahkan adalah merupakan pijakan at bantuan yg akan kita berikan sesuai dg kebutuhan anak,bukan sesuai keinginan ortu atau guru,thanks

Anonymous said...

Bahasan yang bagus, izin copy ya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...